Jangan Takut Jadi pengusaha (part 4)


   Berani Menghadapi Tantangan Beresiko Besar

   Page 4

                               “ Mereka yang hidup adalah
                                   Mereka yang berjuang
                                           ( Victor Hugo )

         Salah satu persyaratan menjadi wirausahawan sukses adalah berani mengambil resiko realistis dari tantangan  sulit  yang  mungkin  dicapai. Semakin  besar  perusahaan, maka bertambah banyak pula dan semakin sulit persoalan yang dihadapi.


       Namun, banyak orang takut mengambil resiko, karena  memang  begitu  sifat  dasar manusia yang cenderung ingin aman dan takut gagal. Mereka tidak mengenal tantangan tersebut, sehingga menjadi misteri yang menakutkan baginya. Selain itu,mereka juga tidak mengetahui kemampuan dirinya sendiri, sehingga tidak bisa menarik kesimpulan mengenai efek dari tantangan tersebut bila dihadapinya nanti. Sering  seseorang  ketakutan  bila menghadapi ular, padahal ular tersebut hanya  “seekor”  ular mainan yang kalau dihadapi, pastilah  dengan  mudah  dapat  diatasi. Ia  tidak  mengenal  kelemahan  ular yang banyak  dipermainkan  oleh  seorang  pawang, bahkan  juga  bisa  jinak  dengan seorang anak kecil yang terbiasa bermain bersama dengan ular.

       Kita adalah  apa  yang  kita percaya tentang diri kita  (You are what YOU believe you are atau You are what you think you are). Sehingga apabila kita percaya kita akan berhasil, maka kita akan berhasil,begitu pula  sebaliknya. Kekuatan  fikir  ini  kami  buktikan  dengan  berjalan  diatas  bara  api  tanpa  rasa terasa sedikitpun! Sebagian besar berhasil melakukan tanpa cedera! Konsep “walk in fire work” ini benar-benar merupakan temuan hebat bahwa fikiran berpengaruh besar dalam hidup seseorang.

   Seorang petarung tangguh yang jeli dengan mudah mengendalikan tantangan terberat bagaimanapun, karena ia tahu bahwa setiap tantangan itu pasti ada kiat untuk mengatasinya.

     Persyaratan untuk bisa mengendalikan resiko adalah dengan mengetahui efek yang mungkin terjadi. Dengan menghadapinya  bersama,  resiko tersebut dapat diperkecil.  Untuk itu diperlukan kemampuan memimpin  yang  didasari  cinta  (love)  pada  bawahannya,  sebagai  bentuk  tanggung-jawab  seorang pemimpin yang dipatuhi.

A.     Mengenal Situasi Beresiko
        Situasi beresiko terjadi bila Anda diminta membuat pilihan antara alternative yang ada, tetapi Anda tidak  dapat  mengetahui  bagaimana  hasilnya,  sehingga  perlu  pertimbangan  matang secara obyektif. Semakin besar kemungkinan kerugian yang bisa terjadi, semakin besar pula resikonya.

      Ketika orang-orang berlarian menjauh dari benda yang diduga  “bom”,  petugas penjinak bom malah berlari  mendekatinya. Begitulah, mengambil  resiko sering dianggap sebagai keberanian luar biasa yang nyaris  sama  dengan nekad. Tetapi  sebenarnya  orang  yang  berani  mengambil  resiko  itu adalah yang terlatih dan sangat mengenal seluk-beluk masalah yang dihadapinya itu.

   Resiko itu sebenarnya adalah ketidak-mampuan mengendalikan situasi, sehingga harus menghadapi dilema pilihan sulit yang berdampak negative pada orang yang menanganinya. Dari banyak penelitian, terungkap  bahwa  semakin  terlatih  seseorang,akan semakin kecil resiko yang dihadapinya itu. Contoh paling  sederhana, adalah  ketika  seseorang  baru  mulai  belajar  menyetir  mobil.  Ketidak-tahuan dan ketidak-terampilan membuatnya mudah panic. Setelah agak mahir,resiko berkurang dan menjadi tinggi kembali  resiko  itu  bila ia berada dalam situasi jalan macet,  Namun, bila sudah mahir,  medan apapun dapat ditempuhnya tanpa beresiko lagi.

    Jadi, situasi beresiko adalah bila kita tidak siap menghadapinya. Karena itu,untuk memperkecil factor resiko tersebut ada tiga unsur penentu yang harus dimiliki.

1.       Bermentalitas dasar yang positif
   Bermental baja,penuh dedikasi,disiplin dan berani menghadapi kesulitan. Bila mentalitas dasar (basic mentality) negative, seseorang cenderung mencari kemudahan dengan meminta bantuan
orang lain. Ia akan melanggar peraturan tanpa rasa bersalah, misalnya menyuap,penyelewengan mutu produk dan pelayanan buruk.  Karena  itulah  tipe  pengusaha yang mempunyai mentalitas negative,  kalau  sukses  hanya  untuk  jangka  pendek  saja  dan  selanjutnya  tersingkir  karena reputasinya yang buruk diketahui para relasinya sehingga ia ditinggalkan.

2.       Mempunyai system manajemen yang baik
     Dengan system manajemen (management system) yang baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan menurut tahap perkembangannya, maka factor resiko usaha dapat diperkecil. Apabila semuanya berjalan menurut system tersebut, penyimpangan kecil dapat diluruskan sebelum menjadi besar. Untuk perusahaan kecil tidak perlu system yang rumit, karena selain lebih mudah menguasainnya juga lebih fleksibel untuk bisa bergerak cepat dalam pengambilan keputusan.

3.       Perlengkapan perangkat yang sesuai
   Perlengkapan perangkat keras dan lunak (management tools) yang sesuai dengan keperluan proses produksi dan manajemen, adalah lebih efektif dan efisien daripada perangkat canggih tetapi  banyak  fungsinya  yang  belum  diperlukan. Sering  pula  perangkat  canggih  tersebut membuat pemakainya mengalami kesulitan, karena tidak bisa atau tidak biasa menggunakan-nya.

B.   Latih Keberanian Mengambil Resiko
       Masalah  utama  dalam  pengambilan  resiko  adalah  ketakutan yang terbentuk dari persepsi salah sebagai hasil analistis yang dilakukan. Seandainya ia tahu keadaan yang sebenarnya, ketakutan itu bisa dihilangkan atau minimal pengaruhnya dikurangi. “Sekali seseorang dapat mengatasi ketakutannya itu, ia  akan  lebih  berani  menghadapi masalah serupa dengan ukuran lebih besar”,  kata Don Greene Ph.D dalam bukunya  Fight for Fear and Win.
  Untuk meningkatkan rasa percaya diri mengatasi masalah beresiko besar,coba simak tips berikut:

1.       Membangun toleransi resiko
    Salah satu cara untuk menjadi nyaman dengan ketidak pastian yang menakutkan adalah mulai dengan latihan dalam sekala kecil semacam simulasi, yang membiasakan kita menghadapi resiko tanpa mengalaminya sendiri.Dalam dunia pengobatan disebut sebagai usaha meningkatkan nilai ambang rangsang alergi “resiko”. Pilihlah sesuatu yang dapat menegangkan syaraf tetapi cukup kecil  pengaruhnya  untuk  bisa  membuat  anda  takut. Misalnya belilalah saham yang menurut Anda akan memberikan keuntungan (gain) lumayan.Anda sekarang menghadapi resiko bila nilai saham tersebut jatuh dan uang Anda akan berkurang.

      Bila  ternyata  gagal, jadikanlah  kasus  tersebut sebagai pelajaran. Analisa apa yang salah, dan pikirkan apa yang harus Anda lakukan untuk memperkecil kesalahan tersebut.

2.       Hidupkan kembali prestasi masa lalu untuk mengimbanginya
     Tuliskan sepuluh tindakan berani yang telah anda lakukan sebelumnya, dan bayangkan keta- kutan yang menyertai saat Anda menghadapinya. Bayangkan pula kepuasan Anda setelah mela-luinya dengan sukses atau minimal selamat. Jadi ketakutan hanyalah gejala sesaat, apapun hasil- nya setelah itu ternyata tidak berpengaruh lagi. Dengan mudah Anda bisa melupakannya kegagalan, dan mencatat yang suksesnya saja.

3.       Beri penghargaan untuk prestasi Anda
      Untuk setiap keberhasilan anda catatlah dengan membuatkan buku khusus momen penting Anda, semacam album kenangan yang dapat dilihat kembali. Kalau perlu buatkan pula medali-nya. Bila Anda gagal, ingat bahwa hal itu adalah isyarat agar Anda harus segera memperbaiki diri  untuk berfungsi optimal kembali merebut “kemenangan yang tertunda” tersebut.

4.       Kembangkan jaringan pendukung
    Dengan adanya pendukung,biasanya keberanian seseorang akan meningkat secara berlipat. Bayangkan bahwa masalah Anda akan lebih mudah diatasi dengan bantuan orang lain. Semakin banyak  daftar  orang  yang  bisa  Anda  hubungi, semakin  berani  anda  menghadapi tantangan beresiko. Kembangkan jaringan pendukung (supported networking) tersebut, mulai dari teman sekolah, family dan relasi lain yang berada di sekitar anda.

5.       Jadilah orang berani yang penuh perhitungan
Bila tantangan itu mempunyai arti penting bagi seseorang,tidak ada yang bisa menghalanginya lagi, seperti yang dilakukan pendaki gunung yang siap menghadapi bahaya untuk membuktikan kemampuan dirinya. Karena itu,buatlah arti untuk setiap tantangan yang akan Anda hadapi itu. “Jika saya berhasil mengatasi ketakutan naik roller coaster, berarti saya tidak takut lagi meng-hadapi relasi yang galak,”  misalnya.

6.       Bekali dengan rencana matang
    Riset menunjukan bahwa seseorang yang dibekali dengan rencana matang (master plan) akan berpeluang lebih besar untuk mampu mengatasi masalahnya. Orang yang terjebak dalam situasi jalan macet, umumnya  mudah  panic  karena  tidak  siap  dan tidak tahu apa yang bisa dilakukan lagi,sedangkan bagi yang terbiasa akan mempunyai strategi tepat mengatasi tanpa panic. Ia tahu berapa lama  (harus menunggu), jalur  sebelah  mana  (memilih)  dan  pada simpangan mana ada jalan pintas (ada solusi),atau jam berapa baiknya melewati jalan tersebut.

7.       Tanya pada diri sendiri kemungkinan terburuk yang bisa        terjadi
       Ketakutan  muncul  kalau  apa  yang  Anda  dapatkan jauh meleset dari apa yang diharapkan semula. Karena itu, buatlah kemungkinan-kemungkinan apa saja yang bisa terjadi sebagai akibat dari  masalah Anda. Teliti  seberapa  besar  pengaruhnya  bagi Anda sendiri, sampai  batas  mana yang  masih  bisa Anda toleransi dan sejauh mana pula yang dianggap sudah luar biasa beratnya. Sekarang  hadapi  masalah  tersebut  dengan  terus  mengevaluasi  akibat  yang berkembang dan siapkan diri bila terus memburuk.  Anda punya jalan pintas atau pintu darurat (emergency door) untuk keluar dari masalah tersebut, sehingga dapat menghadapinya dengan lebih tenang.

8.       Bayangkan keuntungan yang berada dibalik resiko tersebut
    Bagaiman kalau Anda tidak mengambil resiko tersebut? Rugi besarkah? Buang perasaan was-was takut tidak berhasil, lakukan dulu baru Anda tahu gagal atau malah sukses. Fokuslah pada manfaat dari pengambilan resiko tersebut, sehingga Anda lebih tahan menghadapinya. Ingat semboyan pejuang : “ No pain no gain” atau “No guts no glory”.

     Latihlah kedelapan langkah praktis tersebut, kemudian coba lihat kemajuan Anda dengan resiko,apa-kah sudah meningkat atau masih tetap sama saja.Mungkin Anda perlu evaluasi pula, apakah Anda sudah melakukan latihan dengan sungguh-sungguh, atau baru sekedar coba-coba saja. Sukses bagi anda yang mau mencoba!

C.        Tanggung-Jawab dan Delegasi Wewenang
            Bila situasi tiba-tiba memburuk, banyak orang cenderung lari dari masalah atau mencari kambing hitam  untuk  disalahkan. Namun, bila  kemudian  muncul  sosok  pemimpin  yang berani mengambil alih tanggung - jawab  untuk  mengatasi  kemelut  tersebut, maka  kerumunan  panic  itu  akan  kembali menyusun  barisan  dan  siap  menghadapi  masalah. Ada  satu  sosok yang mampu menyatukan kembali arah gerakan kekuatan-kekuatan yang semula terpencar tanpa arah,menjadi satu kekuatan padu dengan arah yang jelas.

     Sebagai wirausaha, keberanian bertanggung-jawab sama nilanya dengan keberanian memulai, Karena ia mampu mengendalikan masalah.Karena itu,tanggung-jawab dapat diartikan sebagai kontrol pekerjaan yang  di selesaikan  sesuai  prosedur,  sehingga  proses  berjalan  baik  tanpa  masalah. Tentu  saja  dalam tanggung-jawab tersebut termasuk teladan untuk mempercayai bawahan dengan pendelegasian sebagai wewenang, karena Anda harus membimbing dan mengontrolnya dulu sampai bisa dan Anda yakin aman di tangannya, baru dilepas sepenuhnya.

       Delegasi  wewenang  berarti  pembagian tugas, dan  tanggung - jawab  juga  ikut  bersama  delegasi wewenang  yang  diberikan  tersebut, sebagai  upaya mengembangkan rasa percaya diri mereka. Berilah dorongan pada mereka agar mau bertanggung-jawab, karena sikap optimis akan lebih mudah mengatasi kesulitan  dengan  mengandalkan pengalaman masa lalu, dan mengundang simpati orang lain untuk me-nolong. Mereka akan mampu menemukan solusi terbaik dalam situasi yang sulit sekalipun dan berjuang mendapatkan  solusi  yang  terbaik. Sedangkan  bawahan  yang  tidak  bertanggung-jawab akan bersikap pesimis,  sering mengeluh,  menerima nasibnya  dengan menghabiskan waktu mencari dukungan dan simpati  orang lain. Ia menjadi  bagian dari  masalah  pada  situasi  apapun, dan menyerah menunggu hukuman  “dipecat” yang tidak diinginkannya, padahal itu adalah akibat kesalahannya sendiri.

D.      Buatlah Lingkungan Kerja Yang Kondusif

      Alfred Adler, seorang psikolog kondang dalam bukunya Understanding Human Nature pernah me-nyatakan,  bahwa  motif  seseorang  mudah  diketahui  dari  kondisi lingkungannya. Seseorang dengan lingkungan  kehidupan  social  yang  negative akan cenderung menjadi pengeluh,mudah putus asa dan memberikan prestasi buruk. Karena itu, bila suasana lingkungan kerja tidak mendukung,maka hari-hari akan  dilalui  dengan  keluhan  yang  lama-lama menular kepada yang lain,sehingga masing-masing ber-gerak tidak terkendali karena sibuk sendiri dengan masalah yang dikeluhkan.

   Itulah salah satu penyebab dari situasi beresiko yang sering terjadi pada perusahaan yang sedang ber-kembang,  dengan  perubahan  lingkungan kerja  yang  tidak sesuai dengan perkembangan perusahaan. Karena itu, begitu Anda mendeteksi gejala tersebut jangan biarkan begitu saja. Segera atasi dengan me-manggil  yang  bersangkutan. Dengar  keluhannya, apakah  relevan dengan  masalah  perusahaan,  atau hanya ungkapan frustasinya saja. Kalau relevan,buat rencana kerja dengan skala prioritas untuk mengu-bah Susana kerja tersebut. Misalnya, ada keluhan dari bagian distribusi mengenai mobil pengirim barang (delivery van units)  yang  sekarang sudah tidak efisien lagi, sering mogok dan membuat lelah yang mem-bawanya.  Hal  ini  relevan  Anda  pikirkan, karena bila pengiriman barang itu terganggu, tentu penjualan akan anjlok.

NEXT PAGE 4

Di edit dari buku  Siapa takut jadi pengusaha. penulis “Jackie Ambadar (ceo lemonade dan surindo)”

No comments:

Post a Comment